BAB 8
Menampilkan
Teater/Drama berdasarkan
Naskah
A. Pengertian
Drama
Kata
“drama” berasal dari kata Yunani kuno draomai yang berarti bertindak atau
berbuat. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia disebutkan bahwa drama adalah komposisi syair atau prosa, cerita
atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi yang menggambarkan
kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog dipentaskan.
Beberapa ahli juga dan sifat manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan
pada pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak di hadapan pendengar maupun
penonton.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa drama adalah salah satu jenis lakon serius dan berisi kisah kehidupan yang sengaja disusun untuk pertunjukan teater. Contoh lakon-lakon drama adalah Hedda Gabler, Musuh Masyarakat, Brand, Boneka Mainan, Tiang-Tiang Masyarakat, Hantu-Hantu (Henrik Ibsen), Domba-Domba Revolusi (B.Sularto), dan Titik-Titik Hitam (Nasjah Djamin).
Menurut
masanya drama dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu drama baru dan drama
lama.
1.
Drama
Baru/Drama modern
Merupakan
drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat yang
umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, naskah di buat
sesuai realita.
2.
Drama
Lama/Drama Klasik
Merupakan drama khayalan
yang umumnya menceritakan tentang kisah zaman dahulu, seperti, kehidupan istana
atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.
B.
Ciri-ciri
Naskah Drama
Naskah
drama ditulis oleh penulis naskah dari bentuk cerita biasa menjadi naskah
drama. Bentuk naskagh drama berbeda dengan bentuk naskah cerita biasa. Isi
nashkah drama, biasanya teerdiri atas dua bagian, yaitu narasi dan dialog.
Narasi, berupa kalimat berita, biasanya bherisikan keterangan. Fungsi narasi
dalam drama adalah untuk memperjelas cerita sehingga mudah diperagakan. Ada
kalanya nskah drama sedikit sekali menggunakan narasi. Oleh karena itu, sudah
menjadi tugas sutradara untuk mengembangkan naskah tersebut. Narasi berfungsi
untuk memberikan keterangan sehingga bagian ini tidak dilisankan atau tidak
dibaca bersuara. Sedangkan dialog merupakan kalimat langsung yang harus diucapkan
oleh pemain sebagai ucapannya sendiri. Dalam mengucapkan dialog, setiap pemain
seakan-akan tidak membaca, melainkan berbicara.
Daripengertian-pengertian
drama dan naskah diaatas dapat kita ketahui bahwa sebuah dramaa harus
mengandung persoalan-persoalnan kehidupan yang dapat menentulkn bobot, nilai,
dan makna dari cerita tersebut. Keberadaan persoalan-persoalan kehidupan
tersebutjuga sekaligus menunjukan kekuatan penulis dalam meramu permasalahan.
Berbagai
persoalan kehidupan tersebut kemudian diramu oleh penulis dalam bentuk
percakapan-percakapan yang nantinya akan diperankan oleh para aktor. Disini
terlihat bahwa sebuah naskah drama umumnya hanya berupa dialog atau
percakapan-percakapan sebagai mana terlihat pada contoh dibawah ini.
Karya Sastra A
|
Karya Sastra B
|
||
ANTIGONE
Ismene, saudariku!,
beginilah warisan Oidipus pada kita. Dewa telah melimpahkan unggun
penderitaan pada kita.duka demi duka dan terhina semakin terhina- dan kita
ditambah pula dengan peraturan raja yang... apakah kamu sudah tau? Atau
barang kali kamu belum sadar bahwa ada musuh menyusun rencana.
ISMENE
Tak ada warta buruk
atau baik sampai ketelingaku, antigone. Sejak kedua saudara kita wafat tak
ada kudengar apa-apa. Ah, ya, sejak mundurnya tentara argos semalam,tak ada
berita tentang kedua jenazah saudara kita yang telah gugur bersama.
ANTIGONE
Itu sudah kuduga.
Itulah sebabnya aku tarik kamu kemari. Keluar istana, supaya lebih bebas
bicara.
ISMENE
Ada sesuatu dalam
pikiranmu, Katakanlah!
|
Tiba-tiba sunyi itu
dipecahkan oleh suara tertawa pendek geli dari si utai setengah pandir yang
baru keluar dari pintu rumah mat kontan. Iaterus berlari dan bersembunyi
didekat pojokan rumah soleman. Tertawanya tertinggal disana. Tak lama sesudah
itu keluar paijah istri mat kontan berteriak sambil mencari-cari.
PAIJAH
Kurang ajar! Kurang
ajar! Kurang ajar, siutai sinting!
Matanya melihaat
jemuran dan mengambil satu per satu jemuran itu, tetapi ia masih ,mecari-cari
si utai. Ketawa si utai meledak/
UTAI
Ampun! ampun!
Muncul
dipersembunyiannya sambil menggaruk kepala.
|
||
Dengan membandingkan dua penggalan
naskah drama tersebut, apa pendapat Anda tentang naskah drama? Dapatkah Anda
menyebutkan perbadaan isi antara penggalan naskah A dengan naskah B?
Pada contoh naskah tersebut, plot
belum tercipta dan tidak dalam bentuk naskah drama. Penulis tidak menyertakan plot dalam naskah drama tulisannya.
Plot drama sepenuhnya terletak pada kemampuan actor mewujudkan hasil
penafsiranya atas tokoh yang diperankanya. Hal ini tentu berbeda dengan
naskah prosa yang sudah menyertakan plotnya.
Oleh karena itu, jika dibaca
sepintas naskah drama mungkin membosankan karena ia baru berupa kerangka dan
isinya hanya berupa percakapan. Percakapan dalam naskah drama disebut wawancang, Jika ada bagian yang bukan
percakapan atau wawancang maka bagian itu disebut kramagung atau stage
direction . Biasanya, kramagung ditulis dalam bentuk kalimat yang
dibatasi tanda kurung (….) atau ditulis dengan huruf capital semua atau
dicetak miring.
Wawancang merupakan bagian
terpenting dari naskah drama. Dalam wawancang, terkandung semua perasaan baik
marah, jengkel, bimbang, riang, sedih, takut, bangga, dan lainya. Oleh karena
itu, bagian inilah yang harus dihafal actor. Selain menghafal, actor juga
menciptakan intonasi yang tepat,
mengucapkan diksi dan atrikulasi secara terang. Dengan
demikian, emosi atau parasaan yang terkandung dalam cerita ini dapat
tersampaikan dengan tepat.
Berbeda dengan wawancang,
kramagung atau teks samping pada dasarnya merupakan sebuah perintah kepada
actor untuk bertindak atau melakukan sesuatu sesuai cerita. Kramagung tidak
selalu ada dalam setiap naskah drama. Sebagai contoh, pada karya satra A di
atas tidak terdapat kramagung ini sementara pada karya sastra B, ada dan
ditulis dengan huruf kapiats serta huruf miring.
C. Elemen Drama
Sebab drama memiliki bagian atau elemen-elemen tertentu
yang perlu diketahui pemeran atau aktornya. Elemen-elemen tersebut terdapat
pada isis drama, bentuk drama, dan kerangka drama.
1.
Isi Drama
Drama merupakan darana
bagi pembuatnya untk menyampaikan pesan moral atau pandanganya terhadat
berbagai hal kepada penonto maupun masyarakat. Oleh karena menjadi sarana
untuk menyampaikan pesan atau pandangan. Setiap isis drama memiliki temanya
tersendiri. Ada yang mungkin mengangkt tema kritik sosial, politik, keamanan,
dan sebagainya. Tema dijadikan ide sentral dalam sebuah naskah drama. Ia
merupakan sasaran, pesan atau pandangan yang ingin disampaikan oleh seorang
penulis drama .
Agar dapat
dierjemahkan dengan baik oleh para pemain atau aktor, tema suatu drama harus
jelas. Tema dapat saja tertulis dsalam naskah tetapi juga hanya tersirat pada
dialog-dialognya. Tema dapat juga memiliki ide tunggal tetapi juga dapat
lebih dari satu ide. Bagi penonton, tema sebuah drama dapat diketahui dari
dua hal, yaitu sebagai berikut.
a.
Apa yang diucapkan tokoh-tokohnya melalui dialog-dialog yang
disampaikan.
b. Apa yang dilakukan oleh tokoh tokohnya.
|
2. Bentuk Drama
Setiap drama memiliki bentuk yang berbeda-beda. Hal ini
setidaknya terlihat dari gaya dan cara menyajikan cerita yang berbeda-beda.
Dari bentuknya, kita mengenal tiga jenis penyajian drama, yaitu sebagai
berikut.
a. Penyajian
Drama berdasarkan Jenis Bahasa
Bentuk penyajian dialog dalam drama dapat
kita bedakandari jenis bahasa yang digunakan, yaitu gaya atua susunan
kalimatnya apakah terikat atau tidak pada kaidah-kaidah bahasa. Dari jenis
bahasa ini, ada tiga bentuk penyajia yang dapat dilihat, yaitu bentuk dialek,
bentuk puisi, dan bentuk lirik musik.
1) Bentuk
lirik musik
Dalam bentuk ini, gaya bahasanya mirip dengan
gaya bahasa puisi. Bedanya, lirik diikat oleh bar, yakni potongan birama dalam
setiap baris atau dialognya berbentuk nyanyian. Pertunjukan yang menampilkan
lirik sebagai dialog disebut opera atau operet. Di Jawa, sejak zaman kerajaan
telah ada jenis pertunjukan seperti ini, yang disebut dengan Langendriyan
(Mangkunegaraan Surakarta) dan Langenmandra Wanata (Yogyakarta)
2) Bentuk
dialek
Dalam bentuk ini, gaya bahasa yang dipakai
dalam penyajian drama diambil atau memprgunakan bahasa percakapan sehari-hari,
yaitu menggunakan logat daerah tertentu. Kebanyakan drama menggunakan dialek
sebagai bahasa ungkapannya.
3) Bentuk
puisi
Dalam bentuk ini, gaya bahasa yang dipakai
dalam penyajian drama berupa susunan puisi,baik yang terikat maupun tidak
dengan rima. Naskah drama Indonesia yang ditulis kisaran tahun 1940-1950
kebanyakan menggunakan bahasa puisi dalam gaya percakapannya. Naskah drama
Yunani kuno yang terkenal, Oidipus, juga menggunakan barisan-barisan puisi
didalam penyajiannya.
b. Penyajian
Drama Berdasarkan Jenis Aliran
Aliran dalam drama adalah gaya atau atau
bentuk penyajian yang ditentukan oleh kecenderungan sikap atau pandangan yang
tumbuh pada kurun waktu tertentu, yang kemudian berkembang menjadi pola.
Dari
zaman Yunani Kuno hingga kini, terdapat banyak aliran dalam drama yang mewakili
zamannya. Secara umum, terdapat paling tidak delapan aliran dalam drama. Aliran
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Klasisme,
yaitu aliran drama yang memiliki aturan sangat ketat dibandingkan dengan drama
yang lain dengan lakon lima babak. Teme-tem drama pada aliran ini umumnya
bercerita sekitar kutukan yang akan jatuh kepada manusia yang laknat dan bebal.
Pengarang drama dari aliran klasisme antara lain Sophocles dan Aristophanes.
2. Neoklasisme,
yaitu aliran yang memiliki bentuk dengan tiga segi yang mendasar, yakni
kebenaran, kesusilaan, dan kegaiban. Hal yang menjadi pedoman dari para
penganut neoklasik adalah segenap alam dikuasai oleh satu Tuhan.
3. Romantisme
merupakan aliran drama yang muncul sekitar abad ke-18. Bentuk drama yang lahir
pada abad ini diwarnai oleh sikap dan pandangan bahwa manusia dapat menemukan
apa saja berkat keampuhan analisis akalnya dan tindakan apa pun bentuknya dapat
dituntun oleh sifat alamnya. Pengarang dari aliran ini, atara lain James
Sheridan Knowles, Friedrich von Schiller, dan Johann Wolfgang von goethe.
4. Realisme
merupakan aliran drama yang muncul sekitar abad ke-19. Bentuk drama yang tumbuh
pada abad ini sangat dipengaruhi oleh tata nilai yang dibangun berdasarkan
pemikiran kaum positivisme, terutama karena pengaruh buku Charles Darwin (The Origin of the Species). Pemikiran
kaum positivisme ini, antara lain meragukan eksistesi Tuhan. Pengarang drama
dari aliran ini, antara lain Henrik Ibsen, George Bernard Shaw, Nikolai Gogol,
dan Anton P. Chekhov.
5. Simbolisme
atau neoromantisme dan impresionisme, yaitu aliran yang bermula dari gerakan
kesadaran bahwa hakikat kebenaran hanya mungkin dipahami oleh intuisi. Aliran
ini menolak sifat-sifat yang umum tentang pengertian “kenyataan”. Oleh karena
itu, kebenaran sebagai suatu kenytaan tidak dapat dirumuskan dengan bahasa
logika sendiri. Ia hanya bisa diarahkan dengan simbol-simbol. Pengarang drama
yang mahsyur dari aliran simbolisme ini adalah Maurice Maeterlinck. Selain itu
ada juga dua teoritikus teater yang berpijak pada tradisi simbolisme ini, yakni
Adolphe Appia dan Gordon Craig.
6. Ekspresionisme
merupakan aliran dari abad ke-20 yang menantang keampuhan realisme. Mula-mula
aliran ini berkembang di seni rupa, yakni pada diri van Gogh dan Gauguin.
Kemudian berkembang di seni musik pada diri Schonberg. Sementara di dunia drama
atau teater, pelopor aliran ini adalah August Stindberg, Ernst Toller, dan
George Kaisar.
7. Epik
teater merupakan bentuk drama dari sekitar Perang Dunia II ini dibenahi oleh
Bertolt Brecht. Brecht menganggap teater tela terkulai dalam keadaan lelah dan
perlu adanya tenaga yang sanggup mendenyutkannya lagi. Brecht merumuskan teori
tentang teater “harus jadi asing” kembali. Ia menggunakan rumus bahwa
historifikasi adalah bagian terbesar dalam aliensasi.
8. Absurdisme
merupakan aliran yang muncul sekitar tahun 1950-an. Bentuk drama dari
tahun-tahun ini bersumber pada pandangan bahwa dunia ini netral. Kenyataan dan
kejadian adalah tak berujud. Jika manusia mengatakan suatu peristiwa tak
bersusila, hal itu tidaklah dianggap dengan sendirinya asusila. Pikirannya
sendiri yang mengatakan itu asusila. Tak ada kebenran objektif. Setiap insan
harus menemukan sendiri nilai-nilai yang sanggup menghidupkannya. Sejauh itu,
ia pun harus mau menerima bahwa nilai-nilai yang ditemukannya itu sesungguhnya
absurd. Pengarang-pengarang drama dari aliran ini di antaranya SamuelBrckett
dan Eugene Lonesco
c. Penyajian Drama Berdasarkan Jenis Sajian
Bentuk
penyajian drama juga dapat dilihat berdasarkan jenis sajiannya. Misalnya, bagaimana
bentuk dramatik sebuah lakon atau apa yang terkandung dalam jalinan perasaan
yang menunjang cerita. Dari komponen atau jawaban-jawaban atau pertanyaan ini
kita akan mengetahui sifat-sifat dramatik sebuah naskah drama. Sifat-sifat
dramatik lakon dalam drama inilah yang menjadi pedoman dalam mengklasifikasikan
jenis sajian drama.
Ada lima
bentuk drama berdasarkan jenis sajiannya, yaitu tragedi, komedi, drama, satir, dan melodrama.
1. Tragedi
berasal dari kata tragoidia (bahasa
yunani), tragedy (bahasa inggris), tragedie (bahasa prancis). Kata tragoidia sendiri berasal dari kata tragos yang berarti kambing dan aeidein yang berarti nyanyian.
Menurut
Aristoteles, lakon tragedi adalah
lakon yang meniru sebuah aksi yang sempurna dari seorang tokoh besar, seperti
raja, putri raja, ksatria atau tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh dalam
masyarakat. Lakon ini menggunakan bahasa yang menyenangkan supaya para penonton
merasa belas kasihan dan ngeri. Dalamhal ini, penonton mengalami pencucian jiwa
atau mencapai katartis.
Tujuan
utama lakon tragedi adalah membuat kita merasakan pengalaman emosi melalui
pengidentifikasian diri para tokoh. Selain itu, lakon tragedi juga bertujuan
untuk menguatkan kembali kepercayaan diri sendiri sebagai bagian dari manusia.
Di
akhir cerita, tokoh utama dalam lakon tragedi biasanya mengalami kesengsaraan
dan kematian yang tragis. Jalan yang ditempuh tokoh utama ini biasanya sangat
berat dan sulit sehingga membuatnya menderita. Namun, jalan hidup seperti ini
justru membuatnya tampak mulia dan berperikemanusiaan.
Lakon-lakon
tragedi dari masa Yunani Kuno, misalnya, mengajak manusia untuk merenungkan
hakikat kehidupan dipandang dari sisi yang menyedihkan. Kehidupan pada
prinsipnya akan selalu kalah dengan takdir Ilahi. Konsekunsi tidak bisa
ditolak, namun mereka yakin bahwa kehidupan ini bisa ditaklukan meskipun pada
akhirnya juga akan kalah dengan takdir.
Lakon
tragedi seperti roman mengungkapkan pencarian manusia terhadap rahasia
kehidupan abadi dan pertahanan terhadap kekuatan jahat untuk mendapatkan
identitas sekaligus semangat hidup, meskipun untuk mendapatkannya melalui
berbagai pengorbanan. Contoh lakon dengan gaya seperti adalah Oedipus karya sophocles.
2. Komedi
berasal dari kata comoedia (bahasa
latin), commedia (bahasa Italia) yang
berarti lakon yang berakhir dengan kebahagiaan. Menurut Aristoteles, lakon komedi merupakan tiruan dari tingkah laku yang
lebih merupakkan perwujudan keburukan manusia ketika menjalankan kehidupan
sehingga menumbuhkan tertawaan dan cemoohan sampai terjadi katarsis penyucian
jiwa.
Lakon
komedi adalah lakon yang mengungkapkan cacat dan kelemahan sifat manusia dengan
cara yang lucu. Dengan cara ini, para penonton diajak untuk bisa lebih
menghayati kenyataan hidupnya. Jadi, lakon komedi bukan hanya sekedar lawakan
kosong tetapi harus mampu membukakan mata penonton kepada kenyataan kehidupan
sehari-hari yang lebih dalam.
Tokoh
dalam lakon komedi biasanya adalah orang-orang yang lemah, tertindas, bodoh,
dan lugu sehingga identifikasi penonton terhadap tokoh tersebut adalah bisa
ditertawakan atau dicemoohkan. Peristiwa mentertawakan tokoh yang dilihat ini
sebenarnya mentertawakan kelemahan dan kekurangan yang ada dalam dirinya.
3. Drama
berasal dari kata Yunani Kuno, draomai
yang berarti bertindak atau berbuat. Ada juga kata drame yang berasal dari kata
bahasa Prancis. Kata ini biasa dipakai untuk menjelaskan lakon-lakon bangsa
Prancis tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah terbatas, drama berarti
lakon serius yang menggarap satu masalah yang mempunyai arti penting tapi tidak
bertujuan untuk mengagungkan tragika atau kematian.
Drama
juga bisa dipaham sebagai lakon serius yang memiliki segala rangkaian peristiwa
yang tampak hidup, mengandung emosi, konflik, daya tarik memikat serta tidak diakhiri
dengan kematian tokoh utamanya.
4. Satire
berasal dari kata satura (bahasa
latin), satyros (bahasa yunani), dan satire (bahasa inggris) yang berarti
sindiran. Lakon satir adalah lakon yang mengemas kebodohan, perlakuan kejam,
kelemahan seseorang untuk mengecam, mengejek bahkan menertawakan suatu keadaan
dengan maksud membawa sebuah perbaikan.
Tujuan
drama satir tidak hanya semata-mata sebagai humor biasa, tetapi lebih sebagai
kritik terhadap seseorang atau kelompok masyarakat dengan cara yang sangat cerdik.
Lakon satir hampir sama dengan komedi tetapi ejekan dan sindiran dalam satir
lebih agresif dan terselubung. Sasaran sindiran dalam lakon satir bisa orang
perorangan, kelompok, institusi atau lembaga, bahkan sebuah ide atau masalah
sosial yang menyimpang.
5) Melodrama berasal dari kata
melos yang diturungkan dari kata melody (Inggris)
yang berarti lagu. Pada mulanya, melodrama merupakan bagian dari sebuah babak
dalam opera yang menggambarkan suasana sedih atau romantic yang diiringi alunan
music. Kesan suasana sedih atau romantis inilah yang kemudian di kembangkan
menjadi sebuah jenis drama tersendiri yang di sebut melodrama.
Melodrama
adalah sebuah lakon yang isinya mengupas suka duka kehidupan dengan cara yang
menimbulkan rasa haru kepada penonton. Melodrama adalah lakon yang sangat
sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan
perasaan penonton. Tokoh-tokoh dalam melodrama adalah tokoh biasa dan tidak
ternama serta bersifat steriotipe. Jadi, kalau tokoh tersebut karakter jahat
maka seterusnya tokoh tersebut akan dinilai jahat dan tidak ada sisi baiknya,
sedangkan kalau tokoh tersebut adalah tokoh pahlawan maka ia akan menjadi tokoh
pujaan yang luput dari kekurangan, kesalahan maupun kejahatan.
3. Kerangka Drama
Kerangka
atau struktur drama (kadang diistilah dengan kerangka dramatic atau struktur
dramatic) merupakan bagian dari plot sebuah drama. Di dalamnya terdapat satu
kesatuan peristiwa yang terdiri dari bagian-bagian yang memuat unsur-unsur
plot. Rangkaian ini membentuk sebuah struktur dan saling berkesinambungan dari
awal cerita sampai akhir.
Fungsi dari kerangka dramatic adalah sebagai
perangkat untuk lebih dapat mengungkapkan pikiran pengarang dan melibatkan
pikiran serta perasaan penonton ke dalam laku cerita. Aristoteles mengatakan
kerangka dramatic merupakan makna lakon.
Banyak
ahli berpendapat tentang teori kerangka dramatik ini. Namun intinya sama bahwa
kerangka dramatic mengandung enam elemen, yaitu eksposisi, konflik, komplikasi,
klimaks, resolusi, dan kesimpulan.
Berikut
adalah beberapa contoh kerangka dramatic yang di kemukakan Gustav Freytag dan William Henry Hudson.
a. Piramida
Freytag
Gustav
Freytag (1863) menggambarkan struktur dramatic yang bergerak mengikuti elemen
atau bagian yakni exposition, rising
action, climax, falling action, dan denouement
serta menempatkannya dalam adegan-adegan lakon sesuai laku dramatic yang
kandungnya. Struktur Freytag ini di kenal dengan sebutan piramida Freytag atau Freytag’s pyramid. Perhatikan gambar
piramida Freytag berikut
Dalam
gambar tersebut terlihat bahwa alur lakon dari awal sampai akhir bergerak
melalui bagian-bagian tertentu yang dapat di jelaskan sebagai berikut
Garis
laku lakon dalam skema ini juga melalui bagian-bagian, yakni eksposisi, insiden
permulaan, pertumbuhan laku, krisis, penyelesaian, dan keputusan. Bagian-bagian
tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. Eksposisi
Eksposisi adalah saat materi-materi yang
relevan dalam lakon tersebut dibeberkan atau dijelaskan kepada penonton. Materi-materi
tersebut termasuk karakter-karakter yang akan dimainkan, peristiwa yang sedang
dihadapi oleh karakter-karakter tersebut, dimana terjadinya, dan lain-lain. Hal
ini dilakukan agar penonton mendapatkan gambaran selintas mengenai drama yang
akan ditontonnya sehingga ia bisa terlibat dalam peristiwa cerita.
2. Insiden
permulaan/konflik
Pada bagian ini, pelaku cerita terlibat
dalam suatu pokok persoalan. Di sini mulai teridentifikasi insiden-insiden yang
memicu konflik, baik yang dimunculkan oleh tokoh utama maupun tokoh pembantu.
Insiden-insiden ini akan menggerakkan plot dalam lakon.
3. Pertumbuhan
laku/komplikasi
Bagian ini merupakan lanjutan dari
insiden-insiden yang teridenifikasi tersebut. Di sini muncul persoalan baru
dalam cerita atau disebut juga rising
action. Hal ini membuat konflik yang terjadi antara karakter-karakter juga
mengalami komplikasi yang rumit dan semakin menanjak. Jalan keluar dari konflik
tersebut pun terasa samar-samar dan tak menentu.
4. Krisis
atau titik balik
Krisis adalah keadaan saat lakon
berhenti pada satu titik yang sangat menegangkan atau menggelikan sehingga
penonton pun seakan-akan tidak bisa berbuat apa-apa. Bagi Hudson, klimaks
adalah tangga yang menunjukkan laku yang menanjak ketitik balik namun, bukan
titik balik itu sendiri. Menurut Hudson, titik balik baru terjadi ketika sudah
ada peristiwa yang menunjukkan peleraian di mana emosi lakon maupun emosi
penonton sudah mulai menurun.
5. Penyelenggaraan
atau penurunan laku/ resolusi
Pada bagian ini terjadi penyelesaian
atau di sebut juga voli action. Di
sini, para pemeran menemukan jalan keluar atas konflik-konflik yang terjadi di
antara mereka. Hal ini membuat emosi lakon dan penonton mengalami penurunan.
Jalan keluar yang di peroleh bisa berakhir sedih atau malah gembira.
6. Keputusan
Pada bagian ini konflik berakhir. Semua
konflik yang terjadi dalam sebuah lakon dapat diakhiri oleh para pemeran entah
itu membbahagiakan atau mungkin menyedihkan. Cerita pun usai. Dalam tragedi,
keputusan ini disebut catastrophe,
sedangkan dalam komedi disebut denoument.
EVALUASI
I.
PILIHAN GANDA
Pilihlah jawaban yang paling
tepat.
1. Naskah
drama mungkin membosankan sebab ia baru berupa kerangka. Isinya melulu
percakapan. Percakapan dalam drama disebut . . . .
A.
Wawancana
B.
Wawancang
C.
Kramagung
D.
Karma-inggil
E.
Karma
agung
2. Dalam
naskah drama, bagian yang biasa di tulis dalam kurung (….) atau dengan huruf
kapital semua atau dengan huruf miring adalah . . . .
A. Wawancana
B. Wawancang
C. Kramagung
D. Karma-inggil
E. Karma
agung
3. Ide-ide,
pesan, atau pandangan terhadap suatu persoalan yang dijadikan ide sentral dalam
sebuah naskah drama disebut . . . .
A. Tema
B. Plot
C. Alur
D. Penokohan
E. Latar
4. Penggunaan
gaya bahasa yag mirip dengan gaya bahasa puisi merupakan bentuk dari . . . .
A. Dialek
B. Puisi
C. Lirik
music
D. Aliran
E. Dialog
5. Dialek
adalah penyajian drama berdasarkan . . . .
A. Aliran
B. Sajian
C. Bahasa
D. Gaya
E. Suasana
6. Oidipus
adalah naskah drama Yunani Kuno yang terkenal merupakan penyajian dari bentuk .
. . .
A. Lirik
B. Music
C. Dialek
D. Ouisi
E. Dialog
7. Berikut
yang tidak termasuk jenis aliran
dalam drama adalah . . .
A. Kalisme
B. Neoklasisme
C. Romantisisme
D. Non
klasisme
E. Realisme
8. Pengarang
drama dari aliran klasisme adalah . . . .
A. Sophocles
dan Aristoteles
B. Samuel
dan Adolphe
C. Sconberg
dan August
D. Sophocles
dan Aristophanes
E. Sconbberg
dan Aristophanes
9. Bentuk
drama dengan tiga segi kehidupan yang mendasar, yaitu kebenaran, kesusolaan,
dan kegaiban berasal dari aliran . . . .
A. Klasisme
B. Neoklasisme
C. Romantisisme
D. Nonklasisme
E. Realisme
10. Aliran
drama yang muncul sekitar abad ke-19 adalah . . . .
A. Klasisme
B. Neoklasisme
C. Romantisme
D. Realisme
E. Simbolisme
11. Aliran
ini berangkat dari gerakkan kesadaran bahwa hakekat kebenaran hanya mungkin
dipahami oleh intuisi. Ia menolak sifat-sifat yang umum tentang pengertian “
kenyataan “. Aliran yang dimaksud adalah . . . .
A. Absurdisme
B. Neoklasisme
C. Romantisisme
D. Realism
E. Simbolisme
12. Lakon
yang mengungkapkan cacat dan kelemahan sifat manusia dengan cara yang lucu
sehingga para penonton bisa lebih menghayati kenyataan hidupnya adalah . . . .
A. Tragedy
B. Komedi
C. Drama
D. Satir
E. Melodrama
13. Drama
yang bertujuan tidak hanya semata-mata sebagai humor biasa, tetapi lebih
sebagai sebuah kritik terhadap seseorang atau kelompok masyarakat dengan cara
yang sangat cerdik disebut . . . .
A. Tragedy
B. Komedi
C. Drama
D. Satir
E. Melodrama
14. Peaku
cerita yang ikut terlibat dalam suatu okok persoalan menurut William Henry
Hudson adalah . . . .
A. Eksposisi
B. Insiden
permulaan
C. Pertumbuhan
laku
D. Krisis
atau titik balik
E. Keputusan
15. Fase
penurunan emosi baik emosi lakon maupun emosi penonton menurut Gustav Freytag
adalah . . . .
A.
Exposition
B.
Complication
C.
Climax
D.
Revelsal
E.
Denouement
II.
URAIAN
Jawablah
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas dan ringkas.
1. Jelaskan
yang dimaksud dengan drama klasik dan drama modern.
2. Jelaskan
ciri-ciri dar naskah drama.
3. Apa
perbedaan wawancang dan kramagung? Jelaskan.
4. Mengapa
tema dalam drama penting untuk di ketahui? Jelaskan.
5. Bagaimana
penonton dapat mengetahui tema sebuah drama? Jelaskan.
6. Jelaskan
secara singkat tiga macam penyajian drama.
7. Sebutkan
bentuk penyajian drama berdasarkan jenis bahasa. Jelaskan.
8. Apa
tujuan dari lakon tragedi? Berikan pula gambaran contohnya.
9. Apa
yang dimaksud dengan struktur/kerangka dramatic dalam sebuah naskah lakon?
Jelaskan.
10. Jelaskan
struktur dramatic menurut Gustav Freytag.
III.
Tugas Individu
Buatlah sebuah makalh tentang penerapan simbol, jenis,
dan nilai estesis teater. Anda bisa mencari informasi dari berbagai sumber,
baik cetak maupun elekronik. Kumpulkan hasil makalah anda ke Bapak/Ibu guru.
IV.
Tugas Kelompok
Dalam kelompok beranggotakan 5-7 orang, buatlah cerita
sederhana dengan mempertimbangkan struktur dasar lakon teater, yaitu pemaparan/
adegan awal, konflik, dan penyelesaian. Lengakpi dengan unsur-unsur artistic
dan propertiyang di perlukan. Tampilkan cerita tersebut dalam drama sederhana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar