Cari Blog Ini

Kamis, 15 Juni 2017

Menampilkan Drama berdasarkan Teks Naskah

BAB 8
Menampilkan Teater/Drama berdasarkan Naskah


A.  Pengertian Drama
Kata “drama” berasal dari kata Yunani kuno draomai yang berarti bertindak atau berbuat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa drama adalah komposisi syair atau prosa, cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi yang menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog dipentaskan. Beberapa ahli juga dan sifat manusia dalam bentuk dialog yang diproyeksikan pada pentas dengan menggunakan percakapan dan gerak di hadapan pendengar maupun penonton.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa drama adalah salah satu jenis lakon serius dan berisi kisah kehidupan yang sengaja disusun untuk pertunjukan teater. Contoh lakon-lakon drama adalah Hedda Gabler, Musuh Masyarakat, Brand, Boneka Mainan, Tiang-Tiang Masyarakat, Hantu-Hantu (Henrik Ibsen), Domba-Domba Revolusi (B.Sularto), dan Titik-Titik Hitam (Nasjah Djamin).
Menurut masanya drama dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu drama baru dan drama lama.
1.    Drama Baru/Drama modern
Merupakan drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. Oleh karena itu, naskah di buat sesuai realita.
2.    Drama Lama/Drama Klasik
Merupakan drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kisah zaman dahulu, seperti, kehidupan istana atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.
B.   Ciri-ciri Naskah Drama
Naskah drama ditulis oleh penulis naskah dari bentuk cerita biasa menjadi naskah drama. Bentuk naskagh drama berbeda dengan bentuk naskah cerita biasa. Isi nashkah drama, biasanya teerdiri atas dua bagian, yaitu narasi dan dialog. Narasi, berupa kalimat berita, biasanya bherisikan keterangan. Fungsi narasi dalam drama adalah untuk memperjelas cerita sehingga mudah diperagakan. Ada kalanya nskah drama sedikit sekali menggunakan narasi. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas sutradara untuk mengembangkan naskah tersebut. Narasi berfungsi untuk memberikan keterangan sehingga bagian ini tidak dilisankan atau tidak dibaca bersuara. Sedangkan dialog merupakan kalimat langsung yang harus diucapkan oleh pemain sebagai ucapannya sendiri. Dalam mengucapkan dialog, setiap pemain seakan-akan tidak membaca, melainkan berbicara.
Daripengertian-pengertian drama dan naskah diaatas dapat kita ketahui bahwa sebuah dramaa harus mengandung persoalan-persoalnan kehidupan yang dapat menentulkn bobot, nilai, dan makna dari cerita tersebut. Keberadaan persoalan-persoalan kehidupan tersebutjuga sekaligus menunjukan kekuatan penulis dalam meramu permasalahan.
Berbagai persoalan kehidupan tersebut kemudian diramu oleh penulis dalam bentuk percakapan-percakapan yang nantinya akan diperankan oleh para aktor. Disini terlihat bahwa sebuah naskah drama umumnya hanya berupa dialog atau percakapan-percakapan sebagai mana terlihat pada contoh dibawah ini.

Karya Sastra A
Karya Sastra B
ANTIGONE
Ismene, saudariku!, beginilah warisan Oidipus pada kita. Dewa telah melimpahkan unggun penderitaan pada kita.duka demi duka dan terhina semakin terhina- dan kita ditambah pula dengan peraturan raja yang... apakah kamu sudah tau? Atau barang kali kamu belum sadar bahwa ada musuh menyusun rencana.

ISMENE
Tak ada warta buruk atau baik sampai ketelingaku, antigone. Sejak kedua saudara kita wafat tak ada kudengar apa-apa. Ah, ya, sejak mundurnya tentara argos semalam,tak ada berita tentang kedua jenazah saudara kita yang telah gugur bersama.
ANTIGONE
Itu sudah kuduga. Itulah sebabnya aku tarik kamu kemari. Keluar istana, supaya lebih bebas bicara.
ISMENE
Ada sesuatu dalam pikiranmu, Katakanlah!
Tiba-tiba sunyi itu dipecahkan oleh suara tertawa pendek geli dari si utai setengah pandir yang baru keluar dari pintu rumah mat kontan. Iaterus berlari dan bersembunyi didekat pojokan rumah soleman. Tertawanya tertinggal disana. Tak lama sesudah itu keluar paijah istri mat kontan berteriak sambil mencari-cari.

PAIJAH
Kurang ajar! Kurang ajar! Kurang ajar, siutai sinting!

Matanya melihaat jemuran dan mengambil satu per satu jemuran itu, tetapi ia masih ,mecari-cari si utai. Ketawa si utai meledak/

UTAI
Ampun! ampun!


Muncul dipersembunyiannya sambil menggaruk kepala.



ANTIGONE
Creon sang raja memutuskan untuk memutuskan untuk memperlakukan kedua jenazah saudara kita berbeda. Jenazah Eteocles, ia makamkan dengan penghormatan yang lengkap, dengan upacara yang gemilanhg, ia antarkan sukamnya ke neraka. Tetapi untuk jenazah Polyneicies yang malang, ia kenakan larangan untuk menguburnya. Harus dibiarkan terkapar tanpa diratapu, tanpa pemakamann, menjadi mangsa burung-burung padang belantara. Kamu dan aku tak berdaya apa-apa.
Dan kini Creon sendiri tengah bersiap siap untuk memimpin sendiri pelaksanaan pengumumanya. Jangan kamu kira ia Cuma setengah setengah saja-hukumann untuk pelanggaran sudah tentu bukuman mati-dilempari bat sampai mati. Nah, camkanlah. Ismene, saudariku. Kamu berdarah bangsawan! Kamu harus membuktikan keaslian bulumu nanti, bila ada harga dirimu.

ISMENE
Oh saudaraku yang bergelora, Antigone. Dalam hall ini apa yang mesti aku lakukan?

ANTIGONE
Sekedar renungkanlah- seandainya kamu mau membantuku.

ISMENE
Melakukan apa? Apakah rencanamu?

ANTIGONE
Membantuku mengurus jenazah.

ISMENE
Kamu akan emnurus jenazah itu? Itu dilarang!

ANTIGONE
Ia saudaraku, juga saudaramu. Niat telah kutetapkan. Kamu uruslah dirimu sendiri!

ISMENE
Tapi Creon telah melarang….

ANTIGONE
Larangan Creon tidak pada tempatny. Ia saudaraku. Aku akan menguburnya!


PAIJAH
Ayo bawa pakaian si kecil ini ke jemuran! Eh edan! Eh, ke jemuran (latah), eh, bukan! Kedalam!

UTAI
Saya kira saya mau dipukul tadi (mengambil pakaian)! Saya sudah panas dingin (sambil tertawa ia masuk).

paijah berjalan menuju bangku di muka rumahnya, duduk, bernafas lega. tak lama kemudian keluar utai tertawa gel.

UTAI
Si kecil tidur lag biarpun kepalanya panas. (tak dihiraukan). He, kau anggap batu saja mulut saya ya?

PAIJAH (dengan nada mengambang)
Sudah malam belum pulang

UTAI
Siapa?

PAIJAH
Mat Kontan!

UTAI
Dia itu orang paling repot dikampung kita. Tidak? Tidak ha?

PAIJAH
Dari pagi belum pulang.

UTAI
He eh! Dari pagi saya belum merokok sebab dia ngga ada. Ke mana sih dia?

PAIJAH
Mestinya beli burung ke Kalianda!  (melangas ke gantungan sangkar di samping). Nggak cukup satu dua.(diam sebentar)kalau tidak,mestinya pergi taruhan.kalau tidak…….

UTAI (melihat Sesutu terbang)
Kalau tidak menagkap kumbang.

Melompat dan berputar-putar di halaman sambil tanganya menangkap sesuatiu tapi tidak kena-kena.




            Dengan membandingkan dua penggalan naskah drama tersebut, apa pendapat Anda tentang naskah drama? Dapatkah Anda menyebutkan perbadaan isi antara penggalan naskah A dengan naskah B?

            Pada contoh naskah tersebut, plot belum tercipta dan tidak dalam bentuk naskah drama. Penulis tidak menyertakan plot dalam naskah drama tulisannya. Plot drama sepenuhnya terletak pada kemampuan actor mewujudkan hasil penafsiranya atas tokoh yang diperankanya. Hal ini tentu berbeda dengan naskah prosa yang sudah menyertakan plotnya.

            Oleh karena itu, jika dibaca sepintas naskah drama mungkin membosankan karena ia baru berupa kerangka dan isinya hanya berupa percakapan. Percakapan dalam naskah drama disebut wawancang, Jika ada bagian yang bukan percakapan atau wawancang maka bagian itu disebut kramagung atau stage direction . Biasanya, kramagung ditulis dalam bentuk kalimat yang dibatasi tanda kurung (….) atau ditulis dengan huruf capital semua atau dicetak miring.

            Wawancang merupakan bagian terpenting dari naskah drama. Dalam wawancang, terkandung semua perasaan baik marah, jengkel, bimbang, riang, sedih, takut, bangga, dan lainya. Oleh karena itu, bagian inilah yang harus dihafal actor. Selain menghafal, actor juga menciptakan intonasi yang tepat, mengucapkan diksi dan atrikulasi secara terang. Dengan demikian, emosi atau parasaan yang terkandung dalam cerita ini dapat tersampaikan dengan tepat.

            Berbeda dengan wawancang, kramagung atau teks samping pada dasarnya merupakan sebuah perintah kepada actor untuk bertindak atau melakukan sesuatu sesuai cerita. Kramagung tidak selalu ada dalam setiap naskah drama. Sebagai contoh, pada karya satra A di atas tidak terdapat kramagung ini sementara pada karya sastra B, ada dan ditulis dengan huruf kapiats serta huruf miring.


C. Elemen Drama

            Sebab drama memiliki bagian atau elemen-elemen tertentu yang perlu diketahui pemeran atau aktornya. Elemen-elemen tersebut terdapat pada isis drama, bentuk drama, dan kerangka drama.

1.     Isi Drama
Drama merupakan darana bagi pembuatnya untk menyampaikan pesan moral atau pandanganya terhadat berbagai hal kepada penonto maupun masyarakat. Oleh karena menjadi sarana untuk menyampaikan pesan atau pandangan. Setiap isis drama memiliki temanya tersendiri. Ada yang mungkin mengangkt tema kritik sosial, politik, keamanan, dan sebagainya. Tema dijadikan ide sentral dalam sebuah naskah drama. Ia merupakan sasaran, pesan atau pandangan yang ingin disampaikan oleh seorang penulis drama .

Agar dapat dierjemahkan dengan baik oleh para pemain atau aktor, tema suatu drama harus jelas. Tema dapat saja tertulis dsalam naskah tetapi juga hanya tersirat pada dialog-dialognya. Tema dapat juga memiliki ide tunggal tetapi juga dapat lebih dari satu ide. Bagi penonton, tema sebuah drama dapat diketahui dari dua hal, yaitu sebagai berikut.

a.      Apa yang diucapkan  tokoh-tokohnya melalui dialog-dialog yang disampaikan.
b.    Apa yang dilakukan oleh tokoh tokohnya.


2. Bentuk Drama
     Setiap drama memiliki bentuk yang berbeda-beda. Hal ini setidaknya terlihat dari gaya dan cara menyajikan cerita yang berbeda-beda. Dari bentuknya, kita mengenal tiga jenis penyajian drama, yaitu sebagai berikut.
a.   Penyajian Drama berdasarkan Jenis Bahasa
Bentuk penyajian dialog dalam drama dapat kita bedakandari jenis bahasa yang digunakan, yaitu gaya atua susunan kalimatnya apakah terikat atau tidak pada kaidah-kaidah bahasa. Dari jenis bahasa ini, ada tiga bentuk penyajia yang dapat dilihat, yaitu bentuk dialek, bentuk puisi, dan bentuk lirik musik.
1)   Bentuk lirik musik
Dalam bentuk ini, gaya bahasanya mirip dengan gaya bahasa puisi. Bedanya, lirik diikat oleh bar, yakni potongan birama dalam setiap baris atau dialognya berbentuk nyanyian. Pertunjukan yang menampilkan lirik sebagai dialog disebut opera atau operet. Di Jawa, sejak zaman kerajaan telah ada jenis pertunjukan seperti ini, yang disebut dengan Langendriyan (Mangkunegaraan Surakarta) dan Langenmandra Wanata (Yogyakarta)
2)   Bentuk dialek
Dalam bentuk ini, gaya bahasa yang dipakai dalam penyajian drama diambil atau memprgunakan bahasa percakapan sehari-hari, yaitu menggunakan logat daerah tertentu. Kebanyakan drama menggunakan dialek sebagai bahasa ungkapannya.
3)   Bentuk puisi
Dalam bentuk ini, gaya bahasa yang dipakai dalam penyajian drama berupa susunan puisi,baik yang terikat maupun tidak dengan rima. Naskah drama Indonesia yang ditulis kisaran tahun 1940-1950 kebanyakan menggunakan bahasa puisi dalam gaya percakapannya. Naskah drama Yunani kuno yang terkenal, Oidipus, juga menggunakan barisan-barisan puisi didalam penyajiannya.
b.   Penyajian Drama Berdasarkan Jenis Aliran
Aliran dalam drama adalah gaya atau atau bentuk penyajian yang ditentukan oleh kecenderungan sikap atau pandangan yang tumbuh pada kurun waktu tertentu, yang kemudian berkembang menjadi pola.
       Dari zaman Yunani Kuno hingga kini, terdapat banyak aliran dalam drama yang mewakili zamannya. Secara umum, terdapat paling tidak delapan aliran dalam drama. Aliran tersebut adalah sebagai berikut.
1.   Klasisme, yaitu aliran drama yang memiliki aturan sangat ketat dibandingkan dengan drama yang lain dengan lakon lima babak. Teme-tem drama pada aliran ini umumnya bercerita sekitar kutukan yang akan jatuh kepada manusia yang laknat dan bebal. Pengarang drama dari aliran klasisme antara lain Sophocles dan Aristophanes.
2.   Neoklasisme, yaitu aliran yang memiliki bentuk dengan tiga segi yang mendasar, yakni kebenaran, kesusilaan, dan kegaiban. Hal yang menjadi pedoman dari para penganut neoklasik adalah segenap alam dikuasai oleh satu Tuhan.
3.   Romantisme merupakan aliran drama yang muncul sekitar abad ke-18. Bentuk drama yang lahir pada abad ini diwarnai oleh sikap dan pandangan bahwa manusia dapat menemukan apa saja berkat keampuhan analisis akalnya dan tindakan apa pun bentuknya dapat dituntun oleh sifat alamnya. Pengarang dari aliran ini, atara lain James Sheridan Knowles, Friedrich von Schiller, dan Johann Wolfgang von goethe.
4.   Realisme merupakan aliran drama yang muncul sekitar abad ke-19. Bentuk drama yang tumbuh pada abad ini sangat dipengaruhi oleh tata nilai yang dibangun berdasarkan pemikiran kaum positivisme, terutama karena pengaruh buku Charles Darwin (The Origin of the Species). Pemikiran kaum positivisme ini, antara lain meragukan eksistesi Tuhan. Pengarang drama dari aliran ini, antara lain Henrik Ibsen, George Bernard Shaw, Nikolai Gogol, dan Anton P. Chekhov.

5.   Simbolisme atau neoromantisme dan impresionisme, yaitu aliran yang bermula dari gerakan kesadaran bahwa hakikat kebenaran hanya mungkin dipahami oleh intuisi. Aliran ini menolak sifat-sifat yang umum tentang pengertian “kenyataan”. Oleh karena itu, kebenaran sebagai suatu kenytaan tidak dapat dirumuskan dengan bahasa logika sendiri. Ia hanya bisa diarahkan dengan simbol-simbol. Pengarang drama yang mahsyur dari aliran simbolisme ini adalah Maurice Maeterlinck. Selain itu ada juga dua teoritikus teater yang berpijak pada tradisi simbolisme ini, yakni Adolphe Appia dan Gordon Craig.
6.   Ekspresionisme merupakan aliran dari abad ke-20 yang menantang keampuhan realisme. Mula-mula aliran ini berkembang di seni rupa, yakni pada diri van Gogh dan Gauguin. Kemudian berkembang di seni musik pada diri Schonberg. Sementara di dunia drama atau teater, pelopor aliran ini adalah August Stindberg, Ernst Toller, dan George Kaisar.
7.   Epik teater merupakan bentuk drama dari sekitar Perang Dunia II ini dibenahi oleh Bertolt Brecht. Brecht menganggap teater tela terkulai dalam keadaan lelah dan perlu adanya tenaga yang sanggup mendenyutkannya lagi. Brecht merumuskan teori tentang teater “harus jadi asing” kembali. Ia menggunakan rumus bahwa historifikasi adalah bagian terbesar dalam aliensasi.
8.   Absurdisme merupakan aliran yang muncul sekitar tahun 1950-an. Bentuk drama dari tahun-tahun ini bersumber pada pandangan bahwa dunia ini netral. Kenyataan dan kejadian adalah tak berujud. Jika manusia mengatakan suatu peristiwa tak bersusila, hal itu tidaklah dianggap dengan sendirinya asusila. Pikirannya sendiri yang mengatakan itu asusila. Tak ada kebenran objektif. Setiap insan harus menemukan sendiri nilai-nilai yang sanggup menghidupkannya. Sejauh itu, ia pun harus mau menerima bahwa nilai-nilai yang ditemukannya itu sesungguhnya absurd. Pengarang-pengarang drama dari aliran ini di antaranya SamuelBrckett dan Eugene Lonesco
c. Penyajian Drama Berdasarkan Jenis Sajian
            Bentuk penyajian drama juga dapat dilihat berdasarkan jenis sajiannya. Misalnya, bagaimana bentuk dramatik sebuah lakon atau apa yang terkandung dalam jalinan perasaan yang menunjang cerita. Dari komponen atau jawaban-jawaban atau pertanyaan ini kita akan mengetahui sifat-sifat dramatik sebuah naskah drama. Sifat-sifat dramatik lakon dalam drama inilah yang menjadi pedoman dalam mengklasifikasikan jenis sajian drama.
            Ada lima bentuk drama berdasarkan jenis sajiannya, yaitu tragedi, komedi, drama, satir, dan melodrama.
1.     Tragedi berasal dari kata tragoidia (bahasa yunani), tragedy (bahasa inggris), tragedie (bahasa prancis). Kata tragoidia sendiri berasal dari kata tragos yang berarti kambing dan aeidein yang berarti nyanyian.
            Menurut Aristoteles, lakon tragedi adalah lakon yang meniru sebuah aksi yang sempurna dari seorang tokoh besar, seperti raja, putri raja, ksatria atau tokoh-tokoh yang memiliki pengaruh dalam masyarakat. Lakon ini menggunakan bahasa yang menyenangkan supaya para penonton merasa belas kasihan dan ngeri. Dalamhal ini, penonton mengalami pencucian jiwa atau mencapai katartis.
Tujuan utama lakon tragedi adalah membuat kita merasakan pengalaman emosi melalui pengidentifikasian diri para tokoh. Selain itu, lakon tragedi juga bertujuan untuk menguatkan kembali kepercayaan diri sendiri sebagai bagian dari manusia.
Di akhir cerita, tokoh utama dalam lakon tragedi biasanya mengalami kesengsaraan dan kematian yang tragis. Jalan yang ditempuh tokoh utama ini biasanya sangat berat dan sulit sehingga membuatnya menderita. Namun, jalan hidup seperti ini justru membuatnya tampak mulia dan berperikemanusiaan.
Lakon-lakon tragedi dari masa Yunani Kuno, misalnya, mengajak manusia untuk merenungkan hakikat kehidupan dipandang dari sisi yang menyedihkan. Kehidupan pada prinsipnya akan selalu kalah dengan takdir Ilahi. Konsekunsi tidak bisa ditolak, namun mereka yakin bahwa kehidupan ini bisa ditaklukan meskipun pada akhirnya juga akan kalah dengan takdir.
Lakon tragedi seperti roman mengungkapkan pencarian manusia terhadap rahasia kehidupan abadi dan pertahanan terhadap kekuatan jahat untuk mendapatkan identitas sekaligus semangat hidup, meskipun untuk mendapatkannya melalui berbagai pengorbanan. Contoh lakon dengan gaya seperti adalah Oedipus karya sophocles.
2.     Komedi berasal dari kata comoedia (bahasa latin), commedia (bahasa Italia) yang berarti lakon yang berakhir dengan kebahagiaan. Menurut Aristoteles, lakon komedi merupakan tiruan dari tingkah laku yang lebih merupakkan perwujudan keburukan manusia ketika menjalankan kehidupan sehingga menumbuhkan tertawaan dan cemoohan sampai terjadi katarsis penyucian jiwa.
Lakon komedi adalah lakon yang mengungkapkan cacat dan kelemahan sifat manusia dengan cara yang lucu. Dengan cara ini, para penonton diajak untuk bisa lebih menghayati kenyataan hidupnya. Jadi, lakon komedi bukan hanya sekedar lawakan kosong tetapi harus mampu membukakan mata penonton kepada kenyataan kehidupan sehari-hari yang lebih dalam.
Tokoh dalam lakon komedi biasanya adalah orang-orang yang lemah, tertindas, bodoh, dan lugu sehingga identifikasi penonton terhadap tokoh tersebut adalah bisa ditertawakan atau dicemoohkan. Peristiwa mentertawakan tokoh yang dilihat ini sebenarnya mentertawakan kelemahan dan kekurangan yang ada dalam dirinya.
3.     Drama berasal dari kata Yunani Kuno, draomai yang berarti bertindak atau berbuat. Ada juga kata drame yang berasal dari kata bahasa Prancis. Kata ini biasa dipakai untuk menjelaskan lakon-lakon bangsa Prancis tentang kehidupan kelas menengah. Dalam istilah terbatas, drama berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang mempunyai arti penting tapi tidak bertujuan untuk mengagungkan tragika atau kematian.
Drama juga bisa dipaham sebagai lakon serius yang memiliki segala rangkaian peristiwa yang tampak hidup, mengandung emosi, konflik, daya tarik memikat serta tidak diakhiri dengan kematian tokoh utamanya.
4.     Satire berasal dari kata satura (bahasa latin), satyros (bahasa yunani), dan satire (bahasa inggris) yang berarti sindiran. Lakon satir adalah lakon yang mengemas kebodohan, perlakuan kejam, kelemahan seseorang untuk mengecam, mengejek bahkan menertawakan suatu keadaan dengan maksud membawa sebuah perbaikan.
Tujuan drama satir tidak hanya semata-mata sebagai humor biasa, tetapi lebih sebagai kritik terhadap seseorang atau kelompok masyarakat dengan cara yang sangat cerdik. Lakon satir hampir sama dengan komedi tetapi ejekan dan sindiran dalam satir lebih agresif dan terselubung. Sasaran sindiran dalam lakon satir bisa orang perorangan, kelompok, institusi atau lembaga, bahkan sebuah ide atau masalah sosial yang menyimpang.

5)                     Melodrama berasal dari kata melos yang diturungkan dari kata melody (Inggris) yang berarti lagu. Pada mulanya, melodrama merupakan bagian dari sebuah babak dalam opera yang menggambarkan suasana sedih atau romantic yang diiringi alunan music. Kesan suasana sedih atau romantis inilah yang kemudian di kembangkan menjadi sebuah jenis drama tersendiri yang di sebut melodrama.
Melodrama adalah sebuah lakon yang isinya mengupas suka duka kehidupan dengan cara yang menimbulkan rasa haru kepada penonton. Melodrama adalah lakon yang sangat sentimental, dengan tokoh dan cerita yang mendebarkan hati dan mengharukan perasaan penonton. Tokoh-tokoh dalam melodrama adalah tokoh biasa dan tidak ternama serta bersifat steriotipe. Jadi, kalau tokoh tersebut karakter jahat maka seterusnya tokoh tersebut akan dinilai jahat dan tidak ada sisi baiknya, sedangkan kalau tokoh tersebut adalah tokoh pahlawan maka ia akan menjadi tokoh pujaan yang luput dari kekurangan, kesalahan maupun kejahatan.
3. Kerangka Drama
        Kerangka atau struktur drama (kadang diistilah dengan kerangka dramatic atau struktur dramatic) merupakan bagian dari plot sebuah drama. Di dalamnya terdapat satu kesatuan peristiwa yang terdiri dari bagian-bagian yang memuat unsur-unsur plot. Rangkaian ini membentuk sebuah struktur dan saling berkesinambungan dari awal cerita sampai akhir.
             Fungsi dari kerangka dramatic adalah sebagai perangkat untuk lebih dapat mengungkapkan pikiran pengarang dan melibatkan pikiran serta perasaan penonton ke dalam laku cerita. Aristoteles mengatakan kerangka dramatic merupakan makna lakon.
            Banyak ahli berpendapat tentang teori kerangka dramatik ini. Namun intinya sama bahwa kerangka dramatic mengandung enam elemen, yaitu eksposisi, konflik, komplikasi, klimaks, resolusi, dan kesimpulan.
            Berikut adalah beberapa contoh kerangka dramatic yang di kemukakan Gustav Freytag  dan  William Henry Hudson.
a.     Piramida Freytag
Gustav Freytag (1863) menggambarkan struktur dramatic yang bergerak mengikuti elemen atau bagian yakni exposition, rising action, climax, falling action, dan denouement serta menempatkannya dalam adegan-adegan lakon sesuai laku dramatic yang kandungnya. Struktur Freytag ini di kenal dengan sebutan piramida Freytag atau Freytag’s pyramid. Perhatikan gambar piramida Freytag berikut


Dalam gambar tersebut terlihat bahwa alur lakon dari awal sampai akhir bergerak melalui bagian-bagian tertentu yang dapat di jelaskan sebagai berikut

Garis laku lakon dalam skema ini juga melalui bagian-bagian, yakni eksposisi, insiden permulaan, pertumbuhan laku, krisis, penyelesaian, dan keputusan. Bagian-bagian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.
1.     Eksposisi
Eksposisi adalah saat materi-materi yang relevan dalam lakon tersebut dibeberkan atau dijelaskan kepada penonton. Materi-materi tersebut termasuk karakter-karakter yang akan dimainkan, peristiwa yang sedang dihadapi oleh karakter-karakter tersebut, dimana terjadinya, dan lain-lain. Hal ini dilakukan agar penonton mendapatkan gambaran selintas mengenai drama yang akan ditontonnya sehingga ia bisa terlibat dalam peristiwa cerita.

2.     Insiden permulaan/konflik
Pada bagian ini, pelaku cerita terlibat dalam suatu pokok persoalan. Di sini mulai teridentifikasi insiden-insiden yang memicu konflik, baik yang dimunculkan oleh tokoh utama maupun tokoh pembantu. Insiden-insiden ini akan menggerakkan plot dalam lakon.

3.     Pertumbuhan laku/komplikasi
Bagian ini merupakan lanjutan dari insiden-insiden yang teridenifikasi tersebut. Di sini muncul persoalan baru dalam cerita atau disebut juga rising action. Hal ini membuat konflik yang terjadi antara karakter-karakter juga mengalami komplikasi yang rumit dan semakin menanjak. Jalan keluar dari konflik tersebut pun terasa samar-samar dan tak menentu.

4.     Krisis atau titik balik
Krisis adalah keadaan saat lakon berhenti pada satu titik yang sangat menegangkan atau menggelikan sehingga penonton pun seakan-akan tidak bisa berbuat apa-apa. Bagi Hudson, klimaks adalah tangga yang menunjukkan laku yang menanjak ketitik balik namun, bukan titik balik itu sendiri. Menurut Hudson, titik balik baru terjadi ketika sudah ada peristiwa yang menunjukkan peleraian di mana emosi lakon maupun emosi penonton sudah mulai menurun.

5.     Penyelenggaraan atau penurunan laku/ resolusi
Pada bagian ini terjadi penyelesaian atau di sebut juga voli action. Di sini, para pemeran menemukan jalan keluar atas konflik-konflik yang terjadi di antara mereka. Hal ini membuat emosi lakon dan penonton mengalami penurunan. Jalan keluar yang di peroleh bisa berakhir sedih atau malah gembira.

6.     Keputusan
Pada bagian ini konflik berakhir. Semua konflik yang terjadi dalam sebuah lakon dapat diakhiri oleh para pemeran entah itu membbahagiakan atau mungkin menyedihkan. Cerita pun usai. Dalam tragedi, keputusan ini disebut catastrophe, sedangkan dalam komedi disebut denoument.









EVALUASI

I.              PILIHAN GANDA
Pilihlah jawaban yang paling tepat.
1.     Naskah drama mungkin membosankan sebab ia baru berupa kerangka. Isinya melulu percakapan. Percakapan dalam drama disebut . . . .
A.    Wawancana
B.    Wawancang
C.    Kramagung
D.    Karma-inggil
E.    Karma agung

2.     Dalam naskah drama, bagian yang biasa di tulis dalam kurung (….) atau dengan huruf kapital semua atau dengan huruf miring adalah . . . .
A.    Wawancana
B.    Wawancang
C.    Kramagung
D.    Karma-inggil
E.    Karma agung

3.     Ide-ide, pesan, atau pandangan terhadap suatu persoalan yang dijadikan ide sentral dalam sebuah naskah drama disebut . . . .
A.    Tema
B.    Plot
C.    Alur
D.    Penokohan
E.    Latar

4.     Penggunaan gaya bahasa yag mirip dengan gaya bahasa puisi merupakan bentuk dari . . . .
A.    Dialek
B.    Puisi
C.    Lirik music
D.    Aliran
E.    Dialog

5.     Dialek adalah penyajian drama berdasarkan . . . .
A.    Aliran
B.    Sajian
C.    Bahasa
D.    Gaya
E.    Suasana

6.     Oidipus adalah naskah drama Yunani Kuno yang terkenal merupakan penyajian dari bentuk . . . .
A.    Lirik
B.    Music
C.    Dialek
D.    Ouisi
E.    Dialog

7.     Berikut yang tidak termasuk jenis aliran dalam drama adalah . . .
A.    Kalisme
B.    Neoklasisme
C.    Romantisisme
D.    Non klasisme
E.    Realisme

8.     Pengarang drama dari aliran klasisme adalah . . . .
A.    Sophocles dan Aristoteles
B.    Samuel dan Adolphe
C.    Sconberg dan August
D.    Sophocles dan Aristophanes
E.    Sconbberg dan Aristophanes

9.     Bentuk drama dengan tiga segi kehidupan yang mendasar, yaitu kebenaran, kesusolaan, dan kegaiban berasal dari aliran . . . .
A.    Klasisme
B.    Neoklasisme
C.    Romantisisme
D.    Nonklasisme
E.    Realisme

10.  Aliran drama yang muncul sekitar abad ke-19 adalah . . . .
A.    Klasisme
B.    Neoklasisme
C.    Romantisme
D.    Realisme
E.    Simbolisme

11.  Aliran ini berangkat dari gerakkan kesadaran bahwa hakekat kebenaran hanya mungkin dipahami oleh intuisi. Ia menolak sifat-sifat yang umum tentang pengertian “ kenyataan “. Aliran yang dimaksud adalah . . . .
A.    Absurdisme
B.    Neoklasisme
C.    Romantisisme
D.    Realism
E.    Simbolisme

12.  Lakon yang mengungkapkan cacat dan kelemahan sifat manusia dengan cara yang lucu sehingga para penonton bisa lebih menghayati kenyataan hidupnya adalah . . . .
A.    Tragedy
B.    Komedi
C.    Drama
D.    Satir
E.    Melodrama

13.  Drama yang bertujuan tidak hanya semata-mata sebagai humor biasa, tetapi lebih sebagai sebuah kritik terhadap seseorang atau kelompok masyarakat dengan cara yang sangat cerdik disebut . . . .
A.    Tragedy
B.    Komedi
C.    Drama
D.    Satir
E.    Melodrama

14.  Peaku cerita yang ikut terlibat dalam suatu okok persoalan menurut William Henry Hudson adalah . . . .
A.    Eksposisi
B.    Insiden permulaan
C.    Pertumbuhan laku
D.    Krisis atau titik balik
E.    Keputusan

15.  Fase penurunan emosi baik emosi lakon maupun emosi penonton menurut Gustav Freytag adalah . . . .
A.    Exposition
B.    Complication
C.    Climax
D.    Revelsal
E.    Denouement

II.             URAIAN
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas dan ringkas.
1.     Jelaskan yang dimaksud dengan drama klasik dan drama modern.
2.     Jelaskan ciri-ciri dar naskah drama.
3.     Apa perbedaan wawancang dan kramagung? Jelaskan.
4.     Mengapa tema dalam drama penting untuk di ketahui? Jelaskan.
5.     Bagaimana penonton dapat mengetahui tema sebuah drama? Jelaskan.
6.     Jelaskan secara singkat tiga macam penyajian drama.
7.     Sebutkan bentuk penyajian drama berdasarkan jenis bahasa. Jelaskan.
8.     Apa tujuan dari lakon tragedi? Berikan pula gambaran contohnya.
9.     Apa yang dimaksud dengan struktur/kerangka dramatic dalam sebuah naskah lakon? Jelaskan.
10.  Jelaskan struktur dramatic menurut Gustav Freytag.

III.            Tugas Individu
Buatlah sebuah makalh tentang penerapan simbol, jenis, dan nilai estesis teater. Anda bisa mencari informasi dari berbagai sumber, baik cetak maupun elekronik. Kumpulkan hasil makalah anda ke Bapak/Ibu guru.

IV.           Tugas Kelompok

Dalam kelompok beranggotakan 5-7 orang, buatlah cerita sederhana dengan mempertimbangkan struktur dasar lakon teater, yaitu pemaparan/ adegan awal, konflik, dan penyelesaian. Lengakpi dengan unsur-unsur artistic dan propertiyang di perlukan. Tampilkan cerita tersebut dalam drama sederhana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar